Bahasa Arab adalah bahasa yang kaya kosa kata. Untuk satu kata, ia bisa memiliki banyak sinonim. Bahkan, ada kata yang memiliki hingga ratusan sinonim. Dalam Al-Quran, Allah juga sering menggunakan kata-kata bersinonim. Tentu ada maksud dan tujuannya. Seperti di ayat empat surat Hidangan (Al-Maidah). Di sana, Allah menjelaskan dua hal yang bermakna telah sempurna, lengkap dan utuh dengan menggunakan dua kata berbeda.
Allah Ta'ala berfirman:
الْÙŠَÙˆْÙ…َ Ø£َÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينَÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙŠ
Mengapa Allah gunakan redaksi kesempurnaan yang berbeda untuk agama dan nikmat? Lalu, apa beda keduanya; tamam dan kamal?
Kamal adalah keadaan paling utama dan paling baik. Sesuatu yang sudah kamal, artinya telah berada pada keadaan paling utama dan paling baik. Maka, tidak ada dan tidak perlu penambahan untuknya, sebab ia telah berada pada kedudukan dan keadaan paling paripurna.
Di antara makhluk-makhluk-Nya, manusia diciptakan dalam bentuk paling baik dan paling sempurna. Ia ciptakan manusia berbeda dari malaikat yang tak memiliki nafsu. Ia ciptakan manusia berbeda dari binatang yang tak memiliki akal. Ia ciptakan manusia berbeda dari iblis yang selamanya tak akan pernah patuh lagi pada-Nya.
Walau manusia diciptakan demikian sempurnanya dari makhluk lainnya, Allah hanya menggunakan redaksi AHSAN untuk menjelaskannya. Ahsan berarti sebaik-baik dan paling baik. Allah tidak gunakan redaksi akmal untuk menjelaskan sempurna dan baiknya penciptaan manusia.
Maka konsep insan kamil -yang dibawa kaum Sufi- sebenarnya keliru dari segi bahasa. Sebab, Allah sendiri tidak menggunakan redaksi kamil ketika menjelaskan kesempurnaan penciptaan manusia.
Inilah mengapa, redaksi akmala Allah hanya gunakan sekali dalam AlQur'an; ketika menjelaskan kesempurnaan agama ini. Sebab, Islam ini, yang dibawa manusia paling sempurna akhlaknya, telah paripurna adanya. Penggunaan redaksi kamal ini adalah penutup segala kemungkinan adanya penambahan terhadap agama.
Maka jelas merupakan kekeliruan, ketika ada orang yang ingin membuat sesuatu yang terkesan diada-adakan di dalamnya. Itu berarti, secara tak langsung, ia mengingkari kesempurnaan dan keparipurnaan agama Islam ini. Seorang muslim yang baik, seharusnya mencukupkan diri terhadap apa yang telah dibawakan Nabi shallallahi alaihi wasallam sebagai orang terbaik dalam agama ini.
Adapun tamam, adalah lawan kata alias kebalikan dari kurang. Sesuatu yang sudah tamam, masih memungkingkan adanya penambahan lagi padanya. Sebagaimana sesuatu yang kurang masih bisa lebih dikengkapi dan disempurnakan.
Orang yang telah menyempurnakan bacaan al-Quran sebanyak 30 juz biasanya disebut telah tammat. Tammat satu suku bangsa dengan kata tamam. Orang yang telah tammat sekali membaca al-Qur'an, masih boleh melengkapi tammatnya dengan menambah bacaan yang ia inginkan. Atau, ia juga bisa me-tammat-kan al-Qur'an sekali lagi, bahkan berkali-kali lagi. Dan ini merupakan anjuran.
Acap kali, telinga mendengar ungkapan "tammat riwayatnya". Biasanya, ungkapan ini ditujukan untuk seseorang yang diketahui akan meninggal dunia dengan melihat sebab-sebabnya. Tammatnya riwayat hidup seseorang, bukan berarti ia tidak akan hidup kembali. Sebab, dia akan dihidupkan lagi di alam berikutnya.
Inilah mengapa, untuk menggambarkan sebuah nikmat yang telah sempurna dan lengkap, Allah memilih redaksi atmama. Atmama ini, masih satu bangun kata dengan tammat, tamam, itmam, dan sebagainya. Itu artinya, nikmat yang Allah telah turunkan dahlu masih berpotensi untuk ditambah lagi untuk saat ini.
Untuk mendapatkan tambahan kenikmatan, ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Yang paling penting adalah bahwa Allah-lah sumber segala kenikmatan. Maka, untuk mendapatkan kenikmatan, mintalah hanya kepada-Nya, bekerjalah dalam ridha-Nya, beribadahlah untuk dan kepada-Nya, beragamalah dalam koridor yang ditetapkan-Nya, bersyukurlah atas nikmat sebelumnya, dan beragamalah sesuai dengan kesempurnannya.
Agama dan nikmat adalah dua hal yang sama dari sisi kesempurnaannya. Tetapi Allah menggunakan dua redaksi berbeda untuk menjelaskan perbedaan kesempurnaan keduanya. Agama ini telah sempurna, dan tidak ada celah untuk menambah-mengurangi, maka disebut kamal. Nikmat Allah adalah sesuatu yang fleksibel dan conditional. Ada banyak peluang dan potensi untuk ditambah dan dikurangi. Maka ia disebut tamam.
Rep: Ibnu Basyier
Editor: Admin
0 komentar :
Post a Comment