Vol: 28
"Gairah lelakiku muncul melihat aurat menulis para sahabatku".
Kalimat di atas merupakan komentar dari salah seorang sahabat yang tergabung dalam group kepenulisan dalam sebuah jejaring sosial.
Kalimat itu ia lontarkan sebagai apresiasi terhadap semangat teman-teman anggota group yang saling memberi motivasi untuk lebih produktif berkarya tulis. Bertepatan saja, beberapa waktu terakhir, pas sebelum pemostingan komentar di atas, di group memang lagi riuh dalam tema satu ini.
Hampir setiap anggota menguatkan anggota lain untuk saling berkompetisi dalam produktivitas tulis-menulis. Bersamaan dengan itu, si sahabat yang menulis komentar di atas, memang sudah cukup lama juga absen menulis, karena terbentur dengan kesibukan lain yang tengah dihadapi.
Tersulut, ia pun akhirnya 'terprovokasi'. Tidak hanya merangkai kalimat sebaris di atas, ia pun menyertakan sebuah artikel yang diambilnya dari kejadian yang dialaminya hari itu.
"Imanku, Jangan Kau Uji. " Itulah judul artikel karangannya. Tentang apa artikel itu 'bercerita'? Silakan untuk membuka penajatwatimur.blogspot.co.id, untuk mengetahui jawabannya.
Nampaknya si teman ini, benar-benar hendak 'meng-qodha'' kealpaannya tempo hari dalam tulis menulis. Sehari berselang, kembali karya tulis terbarunya muncul di group. Kali ini judulnya; "Bro.., Di Balik Musibah Mesti Ada Himah. "
Yuk kita doakan; semoga obor semangat menulis yang telah (kembali) menyala dalam diri beliau tetap terjaga, bahkan lebih besar lagi dan lebih besar lagi di kemudian hari.
Terhadap anggota lain, pun mari kita doakan, semoga juga mendapat 'anugerah' nan sama, semangat menggoreskan pena demi dakwah bil qolam.
Diakui atau tidak, lingkungan, komunitas ataupun sahabat memiliki pengaruh yang signifikan bagi seseorang. Mereka bisa menjadi wasilah kesuksesan, juga sebaliknya, bisa menjadi penyebab kegagalan.
Hal ini sangat mungkin terjadi, terutama bagi mereka yang belum memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip yang mereka pegang. Istilah pribahasanya, masih berpola; "Ke mana angin berhembus, ke sana pula condongnya. "
Begitulah kira-kira pentingnya seorang penulis memiliki komunitas/group. Group ini akan berfungsi sebagai penumbuh komitmen menulisnya, bila memang belum memiliki, menguatkan bila memang sudah ada, atau menyengat kembali bila tengah layu.
Sebagai penulis, terlebih bagi pemula, terkadang menghadapi kejemuan sehingga menumbuhkan kemalasan dalam diri untuk berkarya tulis. Namun karena adanya komunitas di mana setiap anggota yang ada di dalamnya senantiasa saling mendukung, akan mampu mempersingkat waktu 'rehat' dalam berkarya.
Bagaimana tidak tergugah, kalau setiap hari selalu 'dihujani' motivasi. Bagaimana tidak tersulut emosi, bila setiap waktu kita dapati kawan-kawan silih berganti memosting karya terbaru mereka, sedangkan kita hanya bisa menjadi penonton.
Coba, perhatikan kejadian nyata pada kisah yang menjadi pembuka tulisan ini. Nampak sekali, betapa keanggotaan si sahabat dalam komunitas tulis-menulis, benar-benar memberikan dampak positif.
Ia yang mulanya sempat pasif, bangun dan aktif kembali dalam berkarya tulis. Dan itu semua berkat dorongan dari kawan-kawannya yang terus menyuntikkan semangat untuk berkarya tulis.
Tak terbayang apa yang terjadi, kiranya ia tak tergabung. Boleh jadi ia tak akan kunjung menulis. Alasan pun sangat gampang untuk diajukan. Dan tidak bisa disalahkan. Semua benar. Karena memang pada dasarnya tidak ada kesalahan dalam alasan.
Namun, semua itu akhirnya bisa dihancurkan secara berkeping-keping. Kesibukan pekerjaan dan keletihan badan, tak lagi menjadi penghalang. Yang ada justru mencari peluang di antara kepadatan waktu itu, bagaimana bisa menulis. Dan buktinya dia bisa.
Sekali lagi, tidak bisa yang bisa menafikan, bahwa group pena telah memberikan pengaruh besar kepadanya untuk kembali aktif menulis. Dan pengakuan itu datang dari status/komentarnya sendiri. Bukan hasil dari uji nalar /kesimpulan tanpa dasar penulis.
Dari kejadian ini, penulis berani menyimpulkan; ada persoalan mendasar dengan emosi penulis yang tergabung dalam satu group kepenulisan, bila dengan gempuran-gempuran 'provokasi' yang didapat di group sama sekali tidak mengusik hati, kemudian bersegera mengambil langkah seribu untuk beraksi.
Cek kembali komitmen dalam diri; seberapa besar sebenarnya komitmen tampil sebagai mujahid pena itu. Sebab, persoalan di atas tidak akan pernah terjadi bagi mereka yang memiliki mimpi yang tinggi.
"Ada nak kerahkan seribu daya. Tak ada nak, kerahkan seribu alasan," demikian peribahasa Melayu, yang sering ane dengar dari seorang motivator.
Kita tidak akan menyinggung persoalan ini, bila si penulis yang tengah 'loyo' itu tidak tergabung dalam group kepenulisan. sebab, ia tidak memiliki sosok-sosok yang bersegera membangkitkan semangatnya. Ia berpotensi terhanyut dalam ke-futurannya dalam kurun waktu lama atau kalau tidak selama-lamanya. Tergantung, seberapa lama ia menyadari posisi dirinya. Inilah kelemahan penulis yang tak tergabung dalam komunitas.
So, oleh sebab itu, buatlah atau ikutilah group-group PENA yang ada, sebagai wasilah penjaga asa kita untuk terus istikomah belajar dan berkarya dalam dunia tulis menulis.*/Khairul Hibri, ketua PENA Jatim
0 komentar :
Post a Comment