![]() |
Ilustrasi/google |
Abdullah Ibnu Mubarak Rahimahullah mempelajari adab selama 30 tahun dan mempelajari ilmu selama 20 tahun. Usianya sama dengan kekasihnya dan kekasih para orang sholeh, Nabi Muhammad Saw, yaitu 63 tahun. Imam Al Dzahabi mengatakan, Ibnu Mubarak mulai menuntut ilmu pada usia 20 tahun.
Dari data tersebut, sangat susah untuk menentukan pada usia berapa Ibnu Mubarak mempelajari adab. Yang lebih cepat untuk diambil manfaatnya dalam tulisan singkat ini adalah bahwa adab lebih dahulu dari pada ilmu. Apalagi amal yang memang datang setelah ilmu.
Tak elok rasanya, jika telah membahas akhlak para salafus shalih tanpa menyambung sanad dengan pemula kebenaran segala berita, Nabi Muhammad Saw. Masyhur terdengar bahwa Hasan dan Husain, sang penghulu surganya para pemuda, sering naik ke atas punggung kakeknya dalam keadaan sujud dalam sholatnya. Sang nabi akan terus membiarkannya sampai keduanya turun.
Namun ketika salah satu di antara keduanya mengambil sebutir kurma untuk di makan, penghulu para nabi kemudian berkata dengan meninggikan suaranya tanpa mengurangi kelembutannya, "Nak, tidak tahukah engkau bahwa keluarga kita dilarang memakan makanan sedekah, boleh jadi kurma itu adalah hasil sedekah".
Begitu indah kisah ini memberikan pelajaran kepada kita yang datang jauh setelahnya. Bahwa sikap yang hendaknya diambil adalah berlemah lembut dalam mengajarkan sholat dan keras lagi tegas dalam urusan halal dan haram. Inilah adab yang menjadi warisan yang tak ternilai harganya.
Adab dan Menulis
Bagi seorang muslim niat lebih baik dari pada amalnya. Bagi seseorang yang memilih menulis sebagai (salah satu) lahan dakwahnya, sucinya niat lebih penting dari pada baiknya susunan dan gaya tulisnya. Banyaknya istighfar lebih penting dari pada banyaknya pujian dan sedikitnya celaan.
Dari data tersebut, sangat susah untuk menentukan pada usia berapa Ibnu Mubarak mempelajari adab. Yang lebih cepat untuk diambil manfaatnya dalam tulisan singkat ini adalah bahwa adab lebih dahulu dari pada ilmu. Apalagi amal yang memang datang setelah ilmu.
Tak elok rasanya, jika telah membahas akhlak para salafus shalih tanpa menyambung sanad dengan pemula kebenaran segala berita, Nabi Muhammad Saw. Masyhur terdengar bahwa Hasan dan Husain, sang penghulu surganya para pemuda, sering naik ke atas punggung kakeknya dalam keadaan sujud dalam sholatnya. Sang nabi akan terus membiarkannya sampai keduanya turun.
Namun ketika salah satu di antara keduanya mengambil sebutir kurma untuk di makan, penghulu para nabi kemudian berkata dengan meninggikan suaranya tanpa mengurangi kelembutannya, "Nak, tidak tahukah engkau bahwa keluarga kita dilarang memakan makanan sedekah, boleh jadi kurma itu adalah hasil sedekah".
Begitu indah kisah ini memberikan pelajaran kepada kita yang datang jauh setelahnya. Bahwa sikap yang hendaknya diambil adalah berlemah lembut dalam mengajarkan sholat dan keras lagi tegas dalam urusan halal dan haram. Inilah adab yang menjadi warisan yang tak ternilai harganya.
Adab dan Menulis
Bagi seorang muslim niat lebih baik dari pada amalnya. Bagi seseorang yang memilih menulis sebagai (salah satu) lahan dakwahnya, sucinya niat lebih penting dari pada baiknya susunan dan gaya tulisnya. Banyaknya istighfar lebih penting dari pada banyaknya pujian dan sedikitnya celaan.
Hal ini tidak menjadi dalil bagi penulis untuk berhenti menulis karena merasa belum beradab. Belajar yang paling efektif adalah dengan cara mengajar, maka beradab dalam menulis yang paling efektif adalah dengan terus menulis sembari menambal yang bolong dan meningkatkan yang masih kurang.
Akhirnya, dalam beradab cukuplah Allah sebagai awal dan akhir. Dalam beramal, ikhtiar, sabar dan tawakkal adalah penyemangat, penjaga dan penenang diri. Wallahu a'lam bis shawab.
Rep: Muh. Idris
Editor: Ibnu Jumro
Akhirnya, dalam beradab cukuplah Allah sebagai awal dan akhir. Dalam beramal, ikhtiar, sabar dan tawakkal adalah penyemangat, penjaga dan penenang diri. Wallahu a'lam bis shawab.
Rep: Muh. Idris
Editor: Ibnu Jumro
0 komentar :
Post a Comment