BBM (Bahan Bakar Menulis)
Vol : 30
Mengharap sesuatu yang ideal adalah cita bagi semuaorang. Tidak ada yang menghendaki adanya cela dalam setiap karya yang dicipta. Termasuk dalam hal tulis menulis.
Sebagai (calon) penulis, kita menginginkan karya-karya kita buat berhasil sempurna. Bagus mulai dari judul, pembuka (lead), ulasan hingga kesimpulan akhirnya.
Mediapun tak mampu berkutik untuk tidak memuat tulisan yang kita kirim, karena menilai begitu fresh-nya ide yang yang disampaikan, kuatnya logika yang digunakan, banyaknya refrensi yang menjadi rujukan, hingga indahnya bahasa yang dipilih.
Ini adalah karya ideal. Bahkan boleh dikata ideal banget. Boleh kita bermimpi/bercita demikian. Bahkan harus. Tapi ingat, jangan sampai ini semua justru menjadi belenggu atau beban pikiran yang akhir-akhirnya menjadi penyumbat utama macetnya karya tulis.
Dan nyatanya, tidak sedikit penulis (khususnya pemula) yang terjerumus pada pola pikir demikian. Harapan untuk bisa melahirkan karya-karya spektakuler, justru menjadi penghambatnya untuk berkarya tulis.
Betapa tidak. Sebagai bakal penulis, ia tidak lagi disibukkan dengan aktivitas tulis-menulis, tapi lebih banyak menghabiskan waktu untuk berangan menciptakan karya tulis spektakuler, atau kalau tidak sebatas sebagai pengamat tulisan orang lain.
Sedangkan tulisannya sendiri tidak kadung kelar-kelar. Mengapa demikian? Yaitu tadi, ia terlalu sibuk untuk melakukan kegiatan di atas.
Yang lebih berbahaya, bila di kemudian hari justru timbul rasa takut/minder untuk berkarya tulis. Setiap kali hendak menulis ia justru diliputi kekhawatiran, jangan-jangan tulisannya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Jika ini yang terjadi, alih-alih akan menghasilkan karya tulis ideal, yang ada justru mengubur sedini mungkin 'tunas' menulis yang tengah bersemi dalam diri itu.
Karena itu, tidak ada cara lain untuk menjaga tumbuh kembang 'tunas' agar tumbuh subur lagi sehat, kecuali dengan terus merawatnya. Caranya, dengan terus mengasah skill tulis menulis.
Menulislah sesering mungkin. Sebab, so pasti, karya tulis yang paling mutaakhir, itu pasti akan lebih berkualitas dari pada yang lampau. Begitu seterusnya dan begitu seterusnya.
Sangat tidak mungkin, karya tulis yang ke seratus, akan lebih buruk dari yang pertama. Pun demikian, karya tulis yang ke seribu, akan lebih acak-acakan dari karya tulis yang ke seratus.
Yang dihasilkan, justru kebalikannya; akan lebih bagus dan lebih bagus. Layaknya seorang remaja putri yang tengah belajar menari. Gerakannya akan semakin gemulai, tidak kaku, semakin enak dinikmati, manakali ia terus berlatih dan berlatih dalam menari.
Bila hal ini terus diistiqomahi, dijamin, kualitas karya tulis ideal itu bukan lagi wacana/mimpi, namun akan menjadi kenyataan.
So, sampailah kia pada kesimpulan; bahwa PENULIS IDEAL ITU, IDEALNYA MENULIS.
Rep: Khairul Hibri
Editor: Admin
0 komentar :
Post a Comment