Oleh : Khairul Hibri
Taraweh malam ini, kudapati akan kebesaran (baca; kemuliaan) orang berilmu. Lebih -lebih ilmu yang dikuasai adalah al-Qur'an, khususnya Qira'ah.
Adalah Ali Akbar, mahasiswa semester empat Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim, Surabaya, yang membuatku termanggu, berfikir kemudian menyimpulkan;
"Maha Benar Allah. Betapa orang yang berilmu itu Allah angkat derajatnya beberapa tingkat dibanding manusia-manusia yang lain."
Ceritanya bermula dari uzur imam tetap sholat taraweh, al-hafidz syaikh Usamah asal al-Jazair, karena mengalami kurang enak badan.
Karena tidak bisa menjalankan amanah yang diemban, beliau menunjuk seseorang sebagai penggantinya; dialah Ali Akbar.
Pemuda berkaca mata menus ini merupakan salah satu murid mengaji al-Qur'an yang langsung beliau tangani.
Selain kemerduan suara dan keindahan bacaan, yang mengesankanku adalah para makmumnya. Bukan hanya para santri, namun juga para pimpinan-pimpinan Hidayatullah, mulai dari tingkat lokal, hingga nasional.
Dari tingkat lokal, hadir di sana pimpinan pesantren Hidayatullah Surabaya, bendahara, hatta pembina yang juga sebagai perintis Hidayatullah Surabaya. Dan masih banyak lagi para sesepuh yang lain.
Sedangkan untuk pimpinan skala nasional; ada ustadz. Choliq selaku salah satu anggota dewan muzdakaroh Hidayatullah, yang juga diposisikan sebagai kyai pesantren Hidayatulah Surabaya.
Selain beliau, turut hadir ustadz Amun Rowi, yang saat ini memangku amanah di departemen pendidikan menengah dan atas Hidayatullah Pusat.
Fenomena inilah yang menarik hati. Betapa bapak-bapak itu sejatinya lebih pantas menggantikan imam berhalangan, bila senioritas yang dikedepankan.
Namun, (mungkin) karena kadung mendapat amanah dari sang guru (syaikh Usamah) untuk menjadi badalnya, si Ali pun maju untuk menggantikan sang imam.
Kesiapan inipun tak luput kukagumi. Sungguh tidak mudah menjadi imam bagi orang-orang yang dituakan, apalagi para guru. Akan terjadi perang batin di sana, antara sungkan, malu, grogi dan sebagainya.
Namun nyatanya, Ali mampu menjalankan amanah yang dipikulkan dipundaknya dengan baik.
Di lain pihak, para asatidz pun dengan legowo menjadi makmum di belakang sosok yang jauh lebih muda dari mereka bila yang dijadikan patokan adalah umur.
Mereka khusyu' mengikuti rokaat demi rokaat sholat hingga tuntas yang memiliki target menyelesaikan satu juz dalam setiap malamnya.
Sungguh hanya kedalaman ilmu dan kedewasaan bersikaplah yang bisa memancarkan pesona macam ini.
Catatan ringan di Masjid Al Aqsa, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya
*Foto: Andre Rahmatullah
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment