![]() |
Memandangi Keindahan Alam |
Puluhan warga nampak telah berkumpul di masjid ‘Al-Ikhlas’. Sebagian mereka duduk di teras masjid, sebagian yang lain asyik bercengkrama, mengobrol di depan rumah-rumah yang jaraknya tidak lebih dari tiga langkah kaki saja dari masjid. Dengan ditemani secangkir kopi dan kue tradisional, mereka asyik berbincang satu sama lain.
Yang nampak mencolok, busana yang mereka pakai.Para laki-laki sebagian besar menggunakan sarung, baju panjang serta lengkap dengan kopiahnya, sedangkan ibu-ibu satu dua orang terlihat lebih anggun dengan kerudung yang menghias di kepala.
Saat itu, warga dusun Petung tengah menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan ustadz. Zakaria, dai yang rutin mengisi pengajian di tempat mereka. Sudah dijadwalkan, bahwa hari itu, Senin, akan diselenggarakan pemotongan hewan kurban. Dan Zakaria akan menjadi ‘algojo’nya.
Setibanya di lokasi, Zakaria langsung disambut oleh para warga. Setelah merenggangkan urat syaraf dengan beristirahat sejenak sambil menikmati minuman dan makanan kecil yang telah disediakan, Zakaria langsung mengeksekusi, melakukan penyembelihan.
Berbincang masalah perjalanan menuju dusun Petung, desa Kretek 2, kec. Taman Krocok, Bondowoso ini, memang bukan perkara mudah. Bukan saja karena lokasinya yang terletak di lereng gunung Putri. Namun, medan yang harus dilewati juga sangat curam lagi menantang agrenali. Betapa tidak, kendaraan yang bisa digunakan hanyalah sepeda motor, karena jalur yang tersedia hanya jalan setapak dan diapit oleh jurang yang memiliki kedalaman ratusan meter lebih.
Bongkahan batu dan tanah menjadi dasar utama jalan. Tanjakan nan menjulang tak jarang membuat motor mengaung-ngaung, bak protes karena tak kuasa melewati medan. Entah berapa kali tim yang berjumlah empat motor yang menjemput ustadz Zakari dan rombongan (termasuk penulis) harus berhenti di tengah-tengah tanjakan, dengan memegang erat rem cakram, sekedar untuk melemaskan pergelangan dan memberi jeda istirahat sepeda motor.
Sebelum pelaksanaan penyembelihan, Zakaria terlebih dahulu memberi sedikit wejangan kepada para jamaah, akan ibrah yang bisa diambil dari peristiwa penyembelihan hewan kurban. Tidak ketinggalan, ia juga memaparkan tentang tekhnis penyembelihan yang sesuai dengan syari’at.
Suasana tampak lebih khidmat, ketika setelah penyembelihan, kaum laki-laki kumpul di masjid untuk mendengarkan kajian dari ustadz Zakaria, sedangkan kaum ibu memasak sebagian dari daging kurban untuk disantap bareng, seusai mendengarkan pengajian.
Masyarakat nampak khusyuk mendengarkan petuah dai muda ini. Dalam penuturannya, bapak dua anak ini menekankan pentingnya peran orang tua, khususnya ayah, dalam menghantarkan keluarga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
“Tanggung jawab bapaklah menghantarkan keluarga dan keturunannya untuk menjadi pribadi yang sholeh-sholehah”, ulasnya.
Yang nampak mencolok, busana yang mereka pakai.
Saat itu, warga dusun Petung tengah menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan ustadz. Zakaria, dai yang rutin mengisi pengajian di tempat mereka. Sudah dijadwalkan, bahwa hari itu, Senin, akan diselenggarakan pemotongan hewan kurban. Dan Zakaria akan menjadi ‘algojo’nya.
Setibanya di lokasi, Zakaria langsung disambut oleh para warga. Setelah merenggangkan urat syaraf dengan beristirahat sejenak sambil menikmati minuman dan makanan kecil yang telah disediakan, Zakaria langsung mengeksekusi, melakukan penyembelihan.
Berbincang masalah perjalanan menuju dusun Petung, desa Kretek 2, kec. Taman Krocok, Bondowoso ini, memang bukan perkara mudah. Bukan saja karena lokasinya yang terletak di lereng gunung Putri. Namun, medan yang harus dilewati juga sangat curam lagi menantang agrenali. Betapa tidak, kendaraan yang bisa digunakan hanyalah sepeda motor, karena jalur yang tersedia hanya jalan setapak dan diapit oleh jurang yang memiliki kedalaman ratusan meter lebih.
Bongkahan batu dan tanah menjadi dasar utama jalan. Tanjakan nan menjulang tak jarang membuat motor mengaung-ngaung, bak protes karena tak kuasa melewati medan. Entah berapa kali tim yang berjumlah empat motor yang menjemput ustadz Zakari dan rombongan (termasuk penulis) harus berhenti di tengah-tengah tanjakan, dengan memegang erat rem cakram, sekedar untuk melemaskan pergelangan dan memberi jeda istirahat sepeda motor.
Sebelum pelaksanaan penyembelihan, Zakaria terlebih dahulu memberi sedikit wejangan kepada para jamaah, akan ibrah yang bisa diambil dari peristiwa penyembelihan hewan kurban. Tidak ketinggalan, ia juga memaparkan tentang tekhnis penyembelihan yang sesuai dengan syari’at.
Suasana tampak lebih khidmat, ketika setelah penyembelihan, kaum laki-laki kumpul di masjid untuk mendengarkan kajian dari ustadz Zakaria, sedangkan kaum ibu memasak sebagian dari daging kurban untuk disantap bareng, seusai mendengarkan pengajian.
Masyarakat nampak khusyuk mendengarkan petuah dai muda ini. Dalam penuturannya, bapak dua anak ini menekankan pentingnya peran orang tua, khususnya ayah, dalam menghantarkan keluarga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
“Tanggung jawab bapaklah menghantarkan keluarga dan keturunannya untuk menjadi pribadi yang sholeh-sholehah”, ulasnya.
Untuk tahun ini, kota tape, Bondowoso mendapat jatah hewan kurban sebanyak 28 ekor. Hewan kurban ini disebar ke beberapa titik. Antara lain, Kabuaran, Wringin dan dusun Petung. Bukan tanpa alasan daerah-daerah tersebut menjadi pilihan. Menurut Zakaria, yang juga bertindak sebagai penanggung jawab pendistribusian hewan kurban di Bondowoso, itu dikarenakan daerah-daerah itu merupakan daerah yang tertinggal, baik secara ekonomi, terlebih dari segi keagamaannya.
“Apa lagi dusun Petung ini. Keadaan mereka sangat memprihatinkan. Mereka berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan mereka”, gugahnya.
Penjelasan yang tak jauh berbeda, juga disampaikan Abdur Razak. Ia menuturkan, “Mayoritas dari masyarakat adalah tani, kalau tidak, ya buruh tani. Penghasilan mereka tidak seberapa”, ungkapnya.
Dan yang pasti, tambah Zakaria, momen ini akan menjadi wasilah untuk menggugah hati warga guna mendekatkan diri kepada Allah lebih baik lagi, “Secara pelan-pelan, kita juga mengajak masyarakat untuk naik kelas, dari hanya berposisi sebagai penerima hewan kurban, menjadi pengurban di kemudian hari“, pungkasnya.
Apresiasi Tokoh
Selain datang dari para ulama dan agamawan setempat, program tebar kurban ke pelosok desa YDSF ini, juga mendapat apresiasi dari tokoh desa dan masyarakat setempat. Pak Yusuf, misalnya. Laki-laki yang menjabat sebagai ketua RT dusun Petung ini mengaku, sangat berterima kasih dan mendukung penuh program-program sejenis ini. Menurutnya, ini sangat bermanfaat untuk mempererat tali persaudaraan satu sama lain.
Begitu pula dengan pak Farhan, guru ngaji dusun Petung. Ia menghimbau agar program ini terus berlanjut ke depannya. Bahkan, ia juga mengusulkan agar kelak ada program-program yang akan mampu meningkatkan kemampuan masyarakat baik itu dari segi perekonomiannya, lebih-lebih skil SDM-nya.
“Program-program macam ini sangat kami butuhkan dan nantikan. Supaya kami bisa lebih maju lagi ke depannya”, ucapnya dengan nada penuh harap. (Robinsah)
Apresiasi Tokoh
Selain datang dari para ulama dan agamawan setempat, program tebar kurban ke pelosok desa YDSF ini, juga mendapat apresiasi dari tokoh desa dan masyarakat setempat. Pak Yusuf, misalnya. Laki-laki yang menjabat sebagai ketua RT dusun Petung ini mengaku, sangat berterima kasih dan mendukung penuh program-program sejenis ini. Menurutnya, ini sangat bermanfaat untuk mempererat tali persaudaraan satu sama lain.
Begitu pula dengan pak Farhan, guru ngaji dusun Petung. Ia menghimbau agar program ini terus berlanjut ke depannya. Bahkan, ia juga mengusulkan agar kelak ada program-program yang akan mampu meningkatkan kemampuan masyarakat baik itu dari segi perekonomiannya, lebih-lebih skil SDM-nya.
“Program-program macam ini sangat kami butuhkan dan nantikan. Supaya kami bisa lebih maju lagi ke depannya”, ucapnya dengan nada penuh harap. (Robinsah)
0 komentar :
Post a Comment